
Urgensi anak saleh rupanya kian disadari oleh para penentu kebijakan di republik ini, terbukti dengan dicantumkannya secara eksplisit bahwa salah satu tujuan pendidikan di Indonesia adalah mencetak anak didik yang beriman dan bertaqwa serta berakhlaq mulia. Hal ini tidaklah berlebihan, karena apalah artinya manusia yang pintar dan cerdas namun tidak punya nurani dan berhati jahat.
Memiliki anak saleh adalah impian dan harapan setiap keluarga muslim. Namun dalam kenyataannya, memiliki keturunan yang demikian bukanlah sesuatu hal yang mudah dan yang pasti tidak bisa dipesan. Sungguhpun demikian, sebagai orang tua, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengusahakan lahirnya keturunan yang saleh dan salehah. Sebagai sebuah usaha penentu terakhirnya tetaplah Allah SWT apakah DIA berkenan mengurniakan keturunan yang saleh apakah tidak.
Urgensi Anak Saleh
Mempunyai anak saleh rupanya sudah mulai disadari oleh sebagian orang tua. Hal ini dapat dilihat misalnya dengan kesadaran orang tua untuk mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah agama/pesantren maupun sekolah bercirikan agama. Selain itu, bagi yang menyekolahkan anaknya di sekolah umum, mereka bersedia mendatangkan guru ngaji ke rumah atau mendorong anaknya untuk mengikuti madrasah di sore hari atau agar aktif di kegiatan keagamaan di sekolah. Belakangan juga sering terdengar berbagai kegiatan yang diharapkan lebih menumbuhkan perhatian dan semangat untuk mencetak anak-anak saleh semisal festifal anak saleh, pemilihan dai kecil (Pildacil) dll.
Ada beberapa alasan mengapa orang tua perlu memiliki anak yang saleh yang dapat dijelaskan diantaranya :
- Anak saleh merupakan sumber kebanggaan dan kebahagiaan orang tuanya. Sebaliknya, anak yang nakal dan jahat (apalagi ditambah malas dan bodoh) merupakan sumber rasa malu dan kekecewaan orang tua.
- Anak saleh merupakan ‘investasi’ sekaligus ‘tabungan’ amal kebaikan di dunia dan di akhirat. Berbagai hadis Nabi SAW menjelaskan bahwa anak saleh termasuk amal yang tidak putus pahalanya.
- Anak saleh dapat menyelamatkan (memohonkan syafaat) kepada Allah SWT bagi kedua orang tuanya kelak di akhirat. Hal ini berarti menjadi ‘kelebihan’ orang tua yang memiliki anak saleh dibanding yang tidak memiliki anak saleh.
- Dengan memiliki anak saleh sekurangnya satu bentuk pertanggung-jawaban orang tua ketika dihisab telah terselesaikan. Lain halnya dengan yang tidak mau mendidik anaknya sehingga menjadi anak yang nakal dan jahat, tentu ia harus bertanggung-jawab kepada Allah karena kelalainnya itu.
Anak Saleh; Siapakah Dia ?
Menurut hemat penulis, seseorang dapat disebut sebagai anak saleh sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat/ciri :
- Lurus dan kokoh aqidahnya
- Tertib dan rajin ibadahnya
- Luhur dan mulia akhlak dan kepribadiannya
Sedang ciri anak yang dapat memenuhi criteria anak yang qurratu a’yun bagi orang tuanya dapat ditambahkan :
- Cerdas dan pandai otaknya
- Sehat dan kuat tubuhnya
- Cakap dan bagus parasnya
Jika keenam ciri itu ada pada anak kita, berbahagialah dan bersyukurlah. Sebaliknya jika belum ada berusahalah dan jangan berputus asa buat memperbaikimya.
Persiapan dan langkah ‘mencetak ‘ anak saleh (Pious Child)
Lazimnya, hal-hal yang baik dan bermutu terjadi bukan karena faktor kebetulan dan mengalir begitu saja. Hal ini berbeda dengan hal-hal yang bersifat buruk dan jahat yang dapat terjadi dengan ‘begitu saja’. Hal yang baik perlu diniatkan, diusahakan, dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, teratur, konsisten dan kadang memerlukan waktu yang cukup lama. Demikian pula halnya jika kita menginginkan memiliki anak yang saleh.
Bagi para orang tua yang berkeinginan memiliki anak yang saleh dan salehah, persiapan dan usaha-usaha berikut hendaknya diperhatikan dan dipraktikkan seperti :
- Carilah bibit (calon suami/isteri) yang saleh dan atau salehah. Ini adalah persiapan sekaligus modal awal sebelum melangkah terlalu jauh dalam membina keluarga. Dalam al-Qur’an disebutkan :
Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).Mereka(yang di tuduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka.Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (yaitu surga). (QS. (an-Nur (24:26))
2. Menikahlah dengan mengikuti dan menaati aturan syari’at dengan konsisten. Janganlah meniru tata cara pernikahan yang jahiliyah termasuk yang sering dilanggar adalah hamil dulu sebelum menikah !. Na`udzu billah !.
3. Berwudhu’ dan berdoalah ketika berjima’, serta niatkanlah agar dari persetubuhan itu kelak muncul anak yang saleh-salehah. Inilah doa yang dibaca sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim :
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
4. Pastikan rizki yang didapat/dikonsumsi untuk keluarga benar benar berasal dari sumber yang halal, bebas dari harta yang syubhat (something dubious) apalagi yang haram. Harta yang didapat dengan jalan haram seperti korupsi, menipu, mencuri, berjudi dll tidak akan pernah mendatangkan barakah dan ridha dari Allah SWT. Berkah tidaknya harta yang kita dapat, salah satu ukurannya adalah dengan melihat akibat yang terjadi pada anak-anak kita. Jika ia tumbuh menjadi anak yang saleh, insya Allah, itulah tanda bahwa harta kita diberkahi.
5. Biasakan dalam keseharian khususnya ketika di hadapan anak-anak kita dengan kehidupan yang Islami dari yang paling kecil sampai yang besar sejak bangun tidur sampai tidur kembali, seperti persoalan berdoa, bergaul antar anggota keluarga, menerima tamu, bertutur kata, makan dan minum, berpakaian dll.
6. Bila ia telah lahir, aqiqahi dan cukur rambutnya pada hari ketujuhnya serta bersedekahlah, dan berilah nama yang bagus dan pantas untuknya. Inilah sunnah yang diajarkan Nabi kita yang mestinya kita ikuti. Sebaliknya upacara maupun adat yang jelas-jelas mengandung unsur syirik dan kemunkaran hendaknya dijauhi dan ditinggalkan.
7. Berilah contoh dan teladan yang baik untuk anak-anak kita dalam setiap ucapan dan tingkah laku orang tuanya. Sebuah pepatah Arab menandaskan ” Lisan al-Hal Afshahu min lisan al-Maqal” yang maksudnya kurang lebih, nasihat dengan perbuatan/keteladanan itu lebih fasih/membekas dibanding nasihat dengan ucapan semata.
8. Ciptakan suasana yang religius dalam keluarga seperti pada waktu tertentu mengadakan salat berjamaah sekeluarga, kultum ba’da salat jamaah, tadarus bersama, telaah kitab tafsir, hadis, fiqh, akhlak, sejarah dll yang petugasnya dapat digilir secara bergantian.
9. Besarkan anak dengan penuh kelembutan, kasih sayang dan perhatian dengan tulus ikhlas. Hindari dan jauhi segala bentuk tindak kekerasan (violence) baik fisik maupun mental, kemarahan yang tak berdasar serta tindakan over acting lainnya. Namun ingat jangan memanjakan berlebihan dengan selalu menuruti setiap apa yang dinginkannya.
10. Jika ia sudah menginjak usia sekolah, masukkan ia ke sekolah/madrasah/pesantren yang kondusif untuk pembinaan aqidah, ibadah dan akhlaknya disamping yang berkualitas dan mampu ‘menjanjikan’ masa depannya tentunya.
11. Perhatikan dan awasi dengan siapakah ia akrab bergaul dan bermain dalam keseharian baik ketika di sekolah maupun di masyarakat. Sebuah riwayat menyatakan, al-mar`u ma’a man ahabba, yang berarti bahwa seseorang itu akan mengikuti orang yang dicintai/diakrabinya.
12. Dalam hal anak terdapat gejala bandel, membangkang, nakal, maupun malas dalam beribadah (salat, mengaji dll) jangan ragu untuk bersikap sedikit keras/tegas agar mereka tidak semakin bengkok dan manja.
13. Berusahalah untuk menjadi orang tua yang akrab, dekat, lekat, perhatian kepada anak. Bila perlu jadikan diri anda sebagai idola dan referensi anak-anak anda.
14. Berikan dan sediakan buku maupun bacaan yang mendukung dan menyuburkan pemahaman dan pengamalan agamanya serta pengembangan ilmu dan wawasannya.
15. Setelah berbagai usaha tersebut dijalankan dengan sungguh-sungguh, jangan lupa untuk selalu mendoakan anak secara tulus ikhlas kepada Allah agar anak-anaknya menjadi saleh dan salehah lalu bertawakkallah.
Selamat, Insya Allah anak yang saleh akan mudah di dapatkan. Semoga.
Kendala-kendala dalam mencetak Anak saleh
Usaha-usaha untuk menciptakan anak yang saleh harus diakui tidaklah mudah dan sederhana. Ada beberapa hal yang selama ini hadir di hadapan kita yang justeru kontra produktif dengan usaha-usaha yang mendukung terciptanya anak yang saleh seperti :
- Miskin dan minimnya keteladanan yang disaksikan si anak baik dari orang tuanya sendiri, tetangganya, pemimpin dan tokoh masyarakat di sekelilingnya.
- Membanjirnya tontonan, bacaan, lagu-lagu yang lebih berorientasi pada keuntungan material sesaat dengan mengeksploitasi masalah seksual, mistik, kekerasan, kriminalitas dll yang kurang memperhatikan tanggungjawab moral dan pembinaan karakter generasi muda.
- Semakin sedikit dan sempitnya pergaulan yang sehat dan kondusif buat pembinaan akhlak yang mulia di sekeliling kita. Sebaliknya, lingkungan pergaulan yang potensi merusak moral anak-anak semakin mudah dijumpai dan dirasakan.
- Kurikulum pendidikan yang lebih menitikberatkan pada kecerdasan intelektual dan kurang memperhatikan kecerdasan emosional dan spiritual.
- Lemahnya perhatian serta pengawasan orang tua terhadap putera-puterinya akibat lebih mementingkan urusan mencari harta misalnya.
Penutup
Setelah mengetahui dan menyadari akan arti penting mempunyai anak yang saleh dan salehah, maka tidak ada pilihan lain bagi para orang tua selain mencita-citakan memiliki anak saleh dengan melakukan serangkain usaha yang telah dipaparkan di atas dengan sebaik-baiknya. Tidak ada yang terlambat untuk memulai sesuatu yang baik dan jangan tunda-tunda untuk itu. Setiap orang dituntut untuk berbuat dan berusaha, dan kelak Allah akan melihat dan membalasnya dengan balasan yang sebaik-baiknya. Selamat mencoba dan berusaha, semoga kita dianugerahi anak yang saleh dan salehah. Aaaamiiin…