
Oleh : Gigih Setianto, M.Pd.I ( Majelis Tabligh PWM Jateng, Dosen AIK UMPP)
Tawadhu’ adalah sikap rendah hati dengan tidak memandang dirinya lebih dari orang lain. Orang yang memiliki sikap tawadhu’ sadar bahwa semua yang dimilikinya baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan maupun pangkat dan kedudukan semuanya adalah karunia dari Allah, sehingga dia tidak sombong, tidak angkuh, dan tidak merasa superior.
Para ulama Islam memberikan penjelasan yang mendalam tentang pengertian tawadhu’, diantaranya:Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (691-751 H): Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa tawadhu’ melibatkan sikap hati yang mengakui keterbatasan manusia dan kebesaran Allah. Tawadhu’ juga mencakup sikap merasa senang dengan pemberian Allah, baik itu dalam bentuk nikmat atau cobaan.
Imam Al-Ghazali (450-505 H): Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa tawadhu’ adalah ketika seseorang menganggap dirinya lebih rendah dari siapapun, tidak merasa lebih baik atau lebih mulia dari orang lain, dan tidak merasa pantas untuk membanggakan diri.
Imam Al-Qushayri (376-465 H): Imam Al-Qushayri menjelaskan bahwa tawadhu’ adalah kesadaran dan keyakinan bahwa semua yang dimiliki oleh individu berasal dari Allah semata. Tawadhu’ juga mencakup sikap rendah hati dalam menghadapi kemuliaan atau kesulitan.Orang yang memiliki sikap tawadhu’ akan dimasukan oleh Allah kedalam golongan hamba-hamba yang mendapat kasih sayang Allah sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran ayat 63-64:
وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahat mengajak mereka berbicara, mereka menjawab, ‘Salam.”Sekalipun tawadhu’ itu merendah namun tidak akan membuat derajat seseorang menjadi rendah, justru orang yang tawadhu’ akan semakin dihargai dan dihormati oleh orang lain.
Lebih dari itu derajatnya dihadapan Allah semakin tinggi, sebagaimana sabda Rosulullah:
مَنْ تَوَاضَعَ لِلهِ رَفَعَهُ اللهُ وَمَنْ تَكَّبَرَ وَضَعَهُ اللهُ
“Barang siapa yang tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, maka Allah akan mengangkat (derajat) nya (di dunia dan akhirat). Dan siapa yang sombong maka Allah akan merendahkannya.” (HR. Imam Ibnu Mandah)
Orang yang memiliki sikap tawadhu’ atau rendah hati akan mendapatkan banyak keutamaan. Diantaranya adalah Orang yang tawadhu’ akan dicintai oleh Allah karena sikap ini mencerminkan pengakuan ketergantungan manusia kepada Allah serta kepatuhan terhadap perintah-Nya. Selain itu orang yang tawadhu’ akan lebih cenderung untuk memohon ampunan Allah dan merasa lebih membutuhkan rahmat-Nya. Allah memberikan pengampunan kepada orang-orang yang rendah hati dan berusaha untuk memperbaiki diri.
Orang yang tawadhu’ juga akan mendapatkan kebaikan hidup di dunia dengan merasakan ketenangan batin, terhindar dari stres dan tekanan, serta memiliki hubungan yang baik dengan orang lain karena sikap rendah hatinya. Orang yang tawadhu’ juga akan mendapat kebaikan di Akhirat, mereka akan diberi pahala yang besar atas sikap rendah hati dan kesederhanaan mereka di dunia.
Lawan dari tawadhu’ adalah sikap takabur atau sombong. Takabur atau sombong adalah sikap atau perilaku yang merasa lebih baik, lebih unggul, atau lebih tinggi daripada orang lain, serta merendahkan atau menganggap remeh orang lain.
Orang sombong sering meremehkan atau merendahkan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka bisa merasa bahwa pendapat, usaha, atau kontribusi orang lain tidak sepadan dengan mereka. Orang yang sombong juga akan sulit menerima kritik atau nasihat dari orang lain. Mereka merasa bahwa pendapat dan saran mereka lebih berharga daripada yang lain.Orang sombong akan menolak kebenaran jika kebenaran itu disampaikan oleh orang yang statusnya di bawahnya. Sehingga di akhirat nanti dia tidak akan masuk surga.
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang ada kesombongan seberat biji sawi di dalam hatinya. (HR. Muslim)”
Sikap sombong adalah warisan iblis. Kisah tentang Iblis (Syaitan) tercatat dalam Al-Quran. Iblis, yang semula adalah makhluk yang sangat taat kepada Allah, menolak untuk tunduk kepada perintah Allah untuk sujud kepada Adam. Sikapnya yang angkuh dan sombong membuatnya terusir dari rahmat Allah. Hal ini menggambarkan bagaimana sikap sombong dapat menyebabkan penolakan terhadap perintah Allah.
Seorang muslim harus selalu berusaha menjadi orang yang tawadhu’ dan menjauhi segala bentuk kesombongan atau takabur dalam segala aspek kehidupannya.